Redefinisi Pagar Mangkok di Kampung Cyber

Globalisasi membawa dampak positif maupun negatif disegala bidang bagi masyarakat Indonesia. Dalam bidang sosial-budaya mulai tampak perubahan pada sifat individualis masyarakat. Degradasi humanis saat ini sudah menjadi ‘virus’ ketika teknologi menghilangkan sisi sosial dan kemanusian. Segala daya upaya dilakukan untuk menghambat ‘virus’ ini, salah satunya tidak dengan melawan, tetapi menyandingkan dan menjadikan teknologi sebagai sarana mempererat aspek social masyarakat seperti yang terjadi di Kampung Cyber Yogyakarta.

Kampung Cyber yang terletak di RT 36, Taman KT I/434, Patehan, Kraton, Kota Yogyakarta. Sesuai dengan namanya, kampung ini dirancang dan dikembangkan dengan mesinergikan teknologi dalam aktivitas keseharian. Seluruh penjuru kampung terhubung dengan jaringan internet, baik melalui kabel maupun wifi sehingga memungkinkan seluruh warganya dapat mengakses internet dengan mudah. Menariknya dikampung ini budaya lokal pagar mangkok (budaya berbagi) tidak hilang tetapi justru dimaknai ulang oleh warganya beriringan dengan kemajuan teknologi.

Fenomena ini yang menarik minat 3 (tiga) mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, Retno Dhamayanti (Pend. Sosiologi), Agnes Petrus (Ilmu Sejarah) dan Ammar Muhammad (Ilmu Sejarah) untuk melakukan kajian tentang budaya pagar mangkok di kampung cyber. Menurut penuturan Retno, peran teknologi di kampung cyber sangat terasa ketika media sosial mampu dimanfaatkan untuk mengundang masyarakat dalam kegiatan tertentu. Di samping adanya kegiatan rutin, peran salah satu tradisi Jawa, Pagar Mangkok turut andil dalam menjaga hubungan sosial di Kampung Cyber. Pagar Mangkok adalah budaya saling berbagi antar tetangga secara sukarel, tutur Agnes menambahkan.

Hasil kajian mereka menunjukan bahwa bentuk budaya Pagar Mangkok yang ada di kampung cyber diantaranya berbagi tenaga ketika salah satu warga mempunyai hajat tertentu dan menyediakan jamuan saat pertemuan rutin. Hal yang menarik lainnya adalah ketika budaya Pagar Mangkok ini berakulturasi dengan perkembangan teknologi yang ada, sebagai contoh berbagi makanan menggunakan salah satu fitur aplikasi ojek online. Contoh lainnya adalah menggunakan grup WhatsApp untuk mengadakan kuis dan sebagai hadiahnya akan diberikan makanan.

Tidak hanya itu, daya tarik yang ada di Kampung Cyber bagi masyarakat umum adalah akses ­Wi-Fi yang dapat diakses dengan mudah alias gratis. Hal ini menunjukkan ditengah modernitas yang ada di Kampung Cyber, mereka tetap mempertahankan budayanya untuk menjaga hubungan sosial masyarakat. (Retno Dhamayanti)